NTT TEMPO DOLOE
Raja di Flores Dengan Pakaian
Kebesaran Portugis
[KUPANG] – Beberapa ahli memperkirakan,
nenek moyang orang NTT berasal dari ras Astromelanesoid. Hal ini dibuktikan
dengan penemuan kerangka manusia yang diperkirakan berasal dari ras terebut dan
berusia sekitar 3.500 tahun. Beberapa kerangka lain yang ditemukan memiliki
ciri-ciri ras yang beraneka ragam, seperti dari ras Mongoloid, campuran antara
Mongoloid dan Astromelanesoid, Eropoid, dan Negroid. Hal ini menunjukkan
keanekaragaman penghuni pertama NTT. Pada masa pra sejarah, penduduk
hidup berpindah-pindah karena menggantungkan hidupnya pada perburuan
binatang.
Mereka berpindah mengikuti arah
gerak binatang-binatang buruannya. Ketika bercocok tanam mulai menjadi cara
hidup penduduk, mereka tidak sepenuhnya menetap. Kadang-kadang mereka
berpindah-pindah yang biasanya disebabkan oleh kedatangan penduduk baru yang
lebih kuat. Yang tersingkir biasanya pindah ke daerah pedalaman.
Kerajaan-kerajaan NTT diperkirakan
eksis sekitar abad ke 3 Masehi. Perkiraan ini didasarkan pada data bahwa pada
abad tersebut, banyak kapal-kapal pedagang antar pulau yang membeli kayu
cendana dari Pulau Sumba dan Timor. Pada abad ke 7, Kerajaan-kerajaan di NTT
sudah menjalin hubungan dagang dengan Cina. Mereka mengapalkan sendiri kayu
cendana untuk dijual ke Cina.
Pada tahun 1225, Timor telah
mengirim utusannya ke Jawa. Berawal dari hubungan perdagangan, mereka menjalin
hubungan politik. Ketika Patih Gajah Mada mencetuskan gagasan untuk menyatukan
nusantara, wilayah NTT tidak luput dari perhatiannya. Satu demi satu kerajaan
di wilayah NTT ditaklukan, seperti Flores, Alor, Pantar, Sumba, dan Timor.
Akhirnya seluruh kerajaan di wilayah NTT tunduk terhadap Majapahit.
Pada abad ke 16, NTT mulai
berhubungan dengan Portugis. Sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511,
Portugis terus mencari daerah sumber rempah-rempah dan barang hasil alam
lainnya, termasuk kayu cendana yang terdapat di NTT. Tahun 1561, Portugis mulai
membangun kekuasaan kolonialnya di wilayah NTT. Pusat kekuasaannya ditetapkan
di Solor dengan dibangunnya benteng pertahanan. Dari pulau inilah, Portugis
melakukan berbagai
kegiatanya di wilayah NTT.
Raja Timor 1920
|
Sementara itu, VOC yang menyadari
pentingnya wilayah NTT bagi perdagangan, beruaha merebut Pulau Solor dari
tangan Portugis. Tahun 1625 dan 1629, VOC melakukan penyerangan terhadap
Portugis. Pada serangan ketiga tahun 1653, VOC berhasil merebut benteng
Portugis di pulau tersebut. Pada tahun yang sama VOC berhasil merebut benteng Portugis
di Kupang. Mereka kemudian memberi nama Fort Concordia bagi benteng tersebut
dan kemudian dijadikan basis pertahanan alam rangka menaklukkan raja-raja di
Timor.
Portugis yang tersingkir oleh VOC di
NTT bagian barat, bertahan di Pulau Timor bagian timur. Wilayah ini sekarang
menjadi Timor Leste, negara berdaulat yang terpisah dari Republik Indonesia
pada akhir abad 21 ini. Sejak tahun 1701, Portugis menempatkan Antonio Coelho
Guerrio sebagai gubernur untuk wilayah Timor dan Solor.
Sementara itu, di Kupang tahun 1756,
Belanda berhasil mengikat 15 raja di daerah itu dalam suatu perjanjian. Namun,
perjanjian tersebut ternyata tidak menghentikan perlawanan dari beberapa raja
di pedalaman. Perlawanan yang dilakukan Raja Sonbai, misalnya, terjadi tahun 1780
pada saat perjanjian itu telah berlaku. Namun, semua perlawanan tersebut dapat
diredam Belanda.
Pada tahun 1856, Belanda mengadakan
perjanjian dengan Portugis yang dikenal dengan Traktat Timor. Isinya antara
lain berupa pembagian wilayah antara kedua pemerintah kolonial tersebut.
Tentunya perjanjian ini mengabaikan kekuasaan raja-raja setempat.
Setelah dibuatnya Traktat Timor,
kedudukan Belanda di wilayah NTT semakin kuat. Belanda dapat memusatkan
perhatiannya pada penumpasan gerakan perlawanan raja-raja setempat. Belanda
berhasil menumpas berbagai perlawanan sehingga pada awal abad ke 20, Belanda
telah sepenuhnya menguasai wilayah NTT. Wilayah NTT, dalam perkembangan
selanjutnya merupakan suatu keresidenan, yang dinamakan Keresidenan Flores
dengan pusat pemerintahan di Kupang.
Awal abad ke 20 merupakan permulaan
bangkitnya gerakan kebangsaan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Terkait
dengan perjuangan rakyat NTT untuk lepas dari kolonialisme, di Makasar berdiri
Timorsch Verbond dan di Bandung berdiri Timorsch Jongeren. Di Kupang, berdiri
Perserikatan Timor tahun 1925.
Era penjajahan Belanda di NTT
berakhir tanggal 19 Februari 1942. Ketika itu Jepang mendarat di pantai selatan
Timor, besoknya berhasil menduduki Kupang. Setelah itu, NTT diatur dengan
pemerintahan militer Jepang. Di era Jepang ini, rakyat NTT semakin menderita,
harta benda penduduk banyak yang dirampas dan banyak laki-laki dewasa yag
dijadikan romusha, semuanya untuk keperluan perang.
Keadaan ini berlangsung sampai
Jepang keluar dari NTT karena kalah perang melawan Sekutu. NICA (Belanda) yang
membonceng Sekutu langsung mengambil alih pemerintahan di NTT. Sistem
pemerintahan Belanda kembali berdiri. Wilayah NTT disebut Keresidenan Timor
yang terdiri dari tiga afdeling, yaitu, Timor dengan pulau-pulaunya, Sumba, dan
Flores.
Penjajahan Belanda berakhir saat
dibacakannya proklamai kemerdekaan Republik Indonesia. Pasca proklamasi, NTT
termasuk ke dalam Negara (Boneka) Indonesia Timur (NIT). Namun ekistensi NIT
tidak lama karena rakyat Indonesia tidak menghendakinya. Tahun 1950, NIT
melebur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasca peleburan ke dalam NKRI, NTT
termasuk ke dalam wilayah Provini Nusa Tenggara. Pada tanggal 14 Agustus 1958,
Provini Nusa Tenggara dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, NTB, dan
NTT. Wilayah NTT meliputi daerah Flores, Sumba, dan Timor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar